Search

Kontras Minta Polri Otopsi Ulang Jenazah Tersangka Teroris ...

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan ( Kontras) Yati Andriyani menganggap alasan kematian Muhamad Jefri, teroris yang ditangkap di Indramayu, patut dipertanyakan.

Polri menyebut Jefri meninggal karena serangan jantung. Padahal, saat ditangkap, Jefri dalam keadaan sehat.

"Dalam penjelasan yang disampaikan Polri mengenai kasus ini, kami menilai masih terdapat ketidakjelasan informasi dari Polri dan potensi kecacatan dalam operasi pemberantasan terorisme oleh Tim Densus 88," ujar Yati melalui siaran pers, Jumat (16/2/2018).

Dari pengakuan keluarga, kata Yati, Jefri ditangkap tanpa disertai surat perintah penangkapan.

Yati menyayangkan kabar kematian Jefri baru disampaikan Polri sepekan setelah peristiwa terjadi.

(Baca juga: Menjawab Teka Teki Meninggalnya Tersangka Teroris di Indramayu)

Dalam kasus ini, kata dia, Polri tidak menjelaskan secara terbuka bagaimana penanganan terhadap terduga teroris di bawah penguasaan Tim Densus 88. Ini termasuk bagaimana perlakuan terhadap mereka yang memiliki penyakit atau riwayat penyakit yang dapat mematikan, seperti serangan jantung atau lainnya.

Yati juga mempertanyakan metode pendekatan atau penggalian informasi yang dilakukan terhadap terduga pelaku tindak pidana yang memiliki penyakit atau riwayat penyakit yang mematikan.

"Jika benar yang bersangkutan meninggal karena serangan jantung, maka patut dipertanyakan tindakan Tim Densus yang seperti apa yang membuat MJ mengalami serangan jantung. Karena sebagaimana diketahui serangan jantung dapat terjadi akibat dipicu oleh kondisi dan situasi tertentu," kata Yati.

Oleh karena itu, kata Yati, rangkaian peristiwa yang memicu serangan jantung itu harus didalami.

Menurut dia, hal ini harus dijelaskan dan dipertanggungjawabkan jika terbukti serangan jantung terjadi karena adanya kelalaian berupa perlakuan yang tidak patut terhadap terduga tindak pidana yang memiliki riwayat atau indikasi penyakit tertentu.

(Baca juga: Polri: Tersangka Teroris di Indramayu Meninggal karena Serangan Jantung)

Yati pun meminta agar pihak keluarga mengajukan otopsi ulang terhadap jenazah Jefri. Hal ini perlu dilakukan sebagai opini kedua untuk melihat apakah penyebab kematian Jefri sesuai dengan apa yang disampaikan pihak Rumah Sakit Polri Kramat Jati.

"Otopsi juga penting untuk melibatkan tim dokter independen serta disaksikan pihak keluarga agar proses berjalan secara transparan dan akuntabel," kata Yati.

Jika diketahui ada pelanggaran hukum maupun prosedur oleh Densus 88, maka Kapolri diminta menindak tegas anggotanya yang terlibat.

Kemudian, Yati juga meminta Komnas HAM memantau kasus kematian Jefri untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran HAM yang terjadi.

Di samping itu, Kontras juga mendesak Ombudsman RI untuk melakukan investigasi terkait dengan dugaan maladministrasi dalam proses penyidikan.

Ini termasuk mengenai informasi yang disampaikan oleh pihak keluarga terkait tidak adanya surat pemberitahuan penangkapan dan penahanan terhadap Jefri.

"Penting juga untuk mendalami prosedur administrasi otopsi yang dilakukan oleh pihak kepolisian, yang mana prosedur otopsi tersebut harus seizin dari pihak keluarga," kata Yati.

(Baca juga: Pemuda Muhammadiyah: Kematian Terduga Teroris di Indramayu Jangan Seperti Kasus Siyono)

Terakhir, Komisi III DPR RI dan Panitia Kerja (Panja) RUU Pemberantasan DPR diminta memanggil Polri untuk dimintai penjelasan dan pertanggungjawaban lebih jauh atas kasus ini.

Yati mengatakan, DPR harus memastikan aturan RUU Pemberantasan Terorisme yang tengah dibahas dapat memberikan rumusan yang dapat menjamin pencegahan dan akuntabilitas peristiwa serupa.

Yati menegaskan bahwa pentingnya pemberantasan tindak pidana terorisme tak lantas mengabaikan aspek hak asasi manusia.

Menurut dia, sebaiknya Divisi Profesi dan Pengamanan Polri jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa tidak ada pelanggaran prosedur oleh anggota Densus 88 sebelum dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

"Termasuk kemungkinan otopsi ulang untuk memastikan pemeriksaan yang independen dan akuntabel dalam kasus ini," kata Yati.

Kasus serupa pernah terjadi terhadap Siyono, terduga teroris yang ditangkap di Klaten yang meninggal dalam perjalanan.

Siyono tewas setelah disebut bergulat dengan dua petugas yang membawanya di dalam mobil hingga tubuhnya terbentur di bagian rawan dan meninggal dunia.

Dua orang anggota Densus 88 hanya diberikan sanksi etik, yakni sanksi hukuman demosi tidak percaya dan diwajibkan untuk meminta maaf kepada atasannya. Meski kemudian keduanya mengajukan banding.

"Kami khawatir cara-cara penanganan terorisme yang kontroversial, tidak transparan, dan tidak memperhatikan parameter HAM dan aturan hukum yang ada justru akan memicu, menyuburkan atau membuat rantai ekspresi atau tindakan terorisme lainnya," kata Yati.

Kompas TV Salah satunya pelemparan bom molotov di Mapolsek Cluring dan Kantor Samsat Banyuwangi pada 2017 lalu.


Let's block ads! (Why?)

Baca di Sini http://nasional.kompas.com/read/2018/02/16/22381431/kontras-minta-polri-otopsi-ulang-jenazah-tersangka-teroris-indramayu

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kontras Minta Polri Otopsi Ulang Jenazah Tersangka Teroris ..."

Post a Comment

Powered by Blogger.